Ringkasan Novel berjudul AKI
AKI
Pengarang : Idrus (21 September 1921-18
Mei 1979)
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun : 1949
Penyakit TBC yang
di idap Aki menyebabkan seperti orang yang sudah tua. Dalam usia yang baru
berumur 29 tahun, lelaki kurus kering ini tampak seperti berumur 42 tahun.
Biasanya, keadaan orang seperti itu di sebabkan masa mudanya yang habis dengan
main perempuan jahat. Selain itu, bentuk tubuhnya yang bongkok membuat Aki
menjadi bahan tertawaan yang mengasyikan. Akan tetapi, ternyata hal itu tak di
lakukan teman-temannya di kantor. Bahkan, mereka sangat hormat kepada orang
yang di mata mereka adalah orang yang berhati lurus dan bertingkah wajar.
Penyakit
TBC yang di derita Aki itu suatu ketika mencapai titik kritis. Puncaknya adalah
ketidak bernafasan Aki untuk beberapa saat. Sebagai istri setia, Sulasmi
terkejut melihat kenyataan yang menimpa suaminya. Ia kalap. Akan tetapi, tak
lama kemudian suaminya siuman, bahkan sebuah senyuman tersungging di bibirnya.
Di antara senyuman itu, Aki mengatakan dengan pasti bahwa ia akan mati pada
tanggal 16 Agustus tahun depan. Ia berharap Sulasmi mau menydiakan segala
perlengkapan yang di perlukan untuk menghadapi kematiannya itu.
Rekan-rekan
Aki di kantor menganggap lelaki itu gila. Tidak terkecuali anggapan kepala
kantornya. Ia yang sudah merencanakan kenaikan pangkat dan gaji Aki, tidak
percaya kepada omongan pegawai kesayangannya itu. Di selidikinya tingkah laku
lelaki itu, tetapi Aki memang tidak gila. “Di sini didapatinya Aki sedang
bercakap-cakap dengan bawahannya tentang pekerjaan. Sep itu seketika lamanya
memperhatikan cakap Aki, di perhatikannya pekerjaan Aki yang sedang terbentang
di atas meja. Pekerjaan itu tiada cacatnya”.
Hari
kematian yang di katakana Aki telah tiba. Semua orang bersiap-siap. Akbar dan
Lastri, anak-anak Aki, meminta izin tidak sekolah. Pegawai-pegawai kantor
menghiasi mobil dengan bunga-bungaan. Kepala kantor berlatih menghapalkan
pidato yang kelak akan di bacakan di kubur Aki. Lelaki itu sendiri memakai
pakaian terbagus yang di milikinya untuk menyambut Malaikatul maut yang akan
menjumpainya pukul tiga sore nanti.
Ketika
pukul tiga telah lewat, Sulasmi memberanikan diri untuk melihat suaminya. Di
lihat mata suaminya yang tertutup rapat. Lalu, di panggilnya nama Aki
berulang-ulang, tetapi tak ada jawaban. Dengan di iringi tangis, Sulasmi
berlari ke luar kamar untuk menemui orang-orang yang menungguinya. Tahulah para
penunggu itu bahwa Aki telah meninggal. Saling berebut mereka masuk ke kamar
Aki. Akan tetapi, mereka terkejut dan berlarian dari kamar ketika melihat Aki
sedang merokok. “Tiada seorang pun yang berani mengatakan, apa yang di lihat
mereka dalam kamar itu. Mereka puntang-panting lari meninggalkan rumah Aki. Dan
yang belum masuk kamar, karena keinginan hendak tahu yang amat besar,
menjulurkan kepalanya juga, tapi segera pun mereka lari puntang-panting keluar.
Sehingga akhirnya semua pegawai itu pun meninggalkan rumah Aki secepat
datangnya”.
Sulasmi
bersyukur bahwa Aki tidak mati. Ternyata, Aki hanya tertidur dan terbangun
karena keributan pegawai-pegawai teman sekantornya.
Entah
mengapa, sejak peristiwa itu Aki selalu terlihat sehat. Ia tampak lebih muda
dari usia yang 42 tahun. Lalu, sebagai pengganti kepala kantor yang telah
meninggal tiga tahun yang lalu, ia terlihat atraktif. Bahkan, Aki kembali
bersekolah di fakultas hukum, bergabung dengan mahasiswa-mahasiswa yang usianya
jauh di bawah Aki. Tentang hidup? Lelaki yang telah sembuh dari penyakit TBC
ini ingin hidup lebih lama lagi. Ia ingin hidup seratus tahun lagi. Separuh
hidupnya akan di abdikan sebagai pegawai dan separuh hidupnya lagi akan di
pergunakan sebagai akademikus.
Ulasannya…
Dalam sejarah kesusastraan Indonesia,
Idrus di kenal sebagai pengarang yang menampilkan gaya penulisan yang menurut
H.B. Jassin sebagai kesederhaan baru
(nieuwe zakelijheid) Ajip Rosidi
menyebut gaya
ini dengan istilah gaya-menyoal-baru (nieuwe
zakelijkheid steijl) yang serba sederhana. Gaya penulisan demikian itu,
umumnya tampak kuat dalam cerpen-cerpen Idrus yang paling awal.
“Yang paling baik
ialah roman pendeknya yang berjudul Aki,
1950 (sic!)”. demikian Teeuw (1980:
221) mengomentari novel Idrus ini. Selanjutnya Teeuw mengatakan, “buku kecil
ini menarik terutama karena leluconnya yang ringan, yang di biarkan berkembang
sepenuhnya karena temanya yang tidak bersifat real itu.”
Dalam perjalanan novel
Indonesia, tema yang di tampilkan Idrus dalam Aki memang dapat di katakan baru. Seseorang dapat menentukan saat
kematiannya yang di percayai oleh orang-orang di sekelilingnya, adalah hal yang
aneh dan lucu. Jadi, ada kesan bahwa Idrus ingin mengejek orang-orang yang
sangat ketakutan menghadapi kematian, padahal, maut pasti datang tanpa seorang
pun tahu kapan waktunya.
Komentar
Posting Komentar